Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BBSI) menyatakan kesiapannya dalam mengimplementasikan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait likuiditas.
Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo menyampaikan BSI telah melakukan uji coba perhitungan Liquidity Coverage Ratio (LCR), Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta Leverage Ratio.
“Hasil [uji coba] cukup baik atau berada di atas batas minimal yang diatur regulator,” kata Anggoro kepada Bisnis, Senin (3/11/2025).
Terkait konsolidasi dengan induk perusahaan, lanjut Anggoro, bank juga telah menghitung rasio tersebut sesuai regulasi.
Lebih lanjut Anggoro menuturkan bahwa kondisi likuiditas BSI saat ini cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) yang berada pada kisaran 86%.
“Ini sejalan dengan penurunan BI Rate dan penempatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp10 triliun dari pemerintah yang telah terserap habis,” ujarnya.
BSI juga senantiasa memenuhi standar LCR dan NSFR di atas standar minimal yang ditetapkan regulator. Anggoro mengungkapkan rasio LCR dan NSFR juga berada di atas minimal regulasi 100%, LCR berada di kisaran 140% dan NSFR dikisaran 120%.
Untuk menjaga likuiditas, Anggoro menyebut bahwa perseroan menerapkan strategi penempatan dana pada instrumen likuid dan berfokus pada peningkatan dana murah current account saving account (CASA). Bank meningkatkan dana murah melalui transaction banking, unique syariah funding, dan tactical fund.
Di samping itu bank masih memiliki plafon untuk menerbitkan sukuk berkelanjutan yang dapat dilakukan pada tahun depan. Pada kuartal III/2025, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp348,38 triliun, naik 15,66% secara tahunan (year on year/YoY). Kondisi tersebut setelah BSI memperoleh dana SAL sebesar Rp10 triliun dan telah terserap habis.
Dia menuturkan, mayoritas DPK saat ini berada di kategori dana murah (CASA) yaitu sebesar 59,42%. Komposisi DPK BSI terdiri atas tabungan sebesar 41,95% dengan outstanding Rp146,36 triliun, giro 17,41% dengan outstanding Rp60,64 triliun, dan deposito 40,58% dengan outstanding Rp141,38 triliun. “Peningkatan dana mendorong aset BSI tumbuh 12,37% menjadi Rp416 triliun,” ungkapnya.
Adapun, BSI tahun ini fokus untuk menumbuhkan dana murah khususnya tabungan dari unique sharia proposition yakni tabungan haji dan tabungan bisnis. Bank syariah terbesar di Indonesia itu menargetkan pertumbuhan tabungan haji dan tabungan bisnis masing-masing sebesar 19% dan 55%.
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menerbitkan dua peraturan baru untuk memperkuat ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah nasional.
Kedua aturan itu yakni POJK No. 20/2025 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR) bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), serta POJK No. 21/2025 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) bagi BUS.
OJK menyebut, kedua beleid itu menjadi langkah penting dalam memperkuat struktur permodalan, likuiditas, dan pendanaan jangka panjang BUS dan UUS agar semakin tangguh, efisien, serta sejalan dengan standar internasional Basel III dan Islamic Financial Services Board (IFSB). Kebijakan ini ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2026.